Truth Daily Enlightenment

Advertise on podcast: Truth Daily Enlightenment

Rating
5
from
3 reviews
This podcast has
20 episodes
Language
Publisher
Explicit
No
Date created
2017/03/10
Average duration
-
Release period
2 days

Description

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Podcast episodes

Check latest episodes from Truth Daily Enlightenment podcast


Optimisme Kekekalan
2024/02/26
Jika kita belajar fokus, maka suatu saat dalam setiap peristiwa, mesin kepekaan kita sudah otomatis jalan. Ketika kita memperhatikan suatu peristiwa, kita bisa menangkap maksud Tuhan. Jadi di tragisnya hidup ini, kita fokus bagaimana mengenakan Kristus yang adalah hidup kita (Kol. 3:3-4). Dan ajaibnya, ketika kita belajar mengenakan Kristus yang adalah hidup kita atau menjadi hidup kita, maka Tuhan akan memercayakan berkat-berkat-Nya kepada kita; “Sebab kamu telah mati, dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” Jadi kita harus memandang bahwa kita telah mati.  Jangan sampai nanti ketika kita meninggal dunia, kita belum mengenakan kehidupan Kristus. Karena kita lahir secara original, maka jangan kita mati secara imitasi. Sejak kita dilahirkan, kita sudah dipersiapkan original jadi manusia Allah. Tapi kenyataannya, banyak orang yang sampai mati tidak menjadi manusia Allah. Jadi apabila Kristus yang adalah hidup kita, berarti kita mau mengingat bahwa kita telah mati. Untuk itu, kita harus sabar. Sebab ketika kita mengalami proses kematian manusia lama, masuk pada proses “hidup bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku,” seakan-akan Tuhan tidak menghargai. Walaupun nanti kita akan mulai melihat bagaimana hidup kita mulai dipulihkan. Tuhan mengatur, supaya jangan motivasi kita jadi salah.  Ketika kita sudah menghayati bahwa kita sudah mati dari manusia lama, dan Kristus yang hidup di dalam kita, maka kita pasti tidak tertarik lagi dengan dunia, sebab kita hanya memikirkan hal Kerajaan Surga. Kalau kita punya banyak fasilitas dan materi, maka kita pasti akan menolong sesama dan hidup untuk pekerjaan Tuhan. Tuhan pulihkan hidup kita—misalnya dalam bidang ekonomi—tapi bukan karena pemulihan ekonomi itu kita berjuang mengubah karakter. Jadi ketika Saudara mulai mengubah karakter, “aku sudah mati dan Kristus yang hidup di dalam aku,” Tuhan seakan-akan tidak memberi perhatian. Tuhan seakan-akan bersikap sepi. Seakan-akan itu tidak berarti dan tidak bernilai. Dan Tuhan membiarkan itu, seakan-akan kita tidak dihargai oleh Allah.  Tapi di sini kita harus belajar terus. Karena kita sedang menuju langit baru bumi baru. Kita bebenah diri agar kita layak masuk ke dalam Yerusalem Baru, menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Dan jika kita serius, fokus kita langit baru bumi baru, maka barulah Tuhan bisa memercayakan berkat-berkat-Nya bagi kita, dan kita pasti tidak tenggelam. Ironis, tidak banyak orang yang berani masuk ke wilayah ini. Sama seperti Abraham ketika harus keluar Ur-Kasdim. Tidak ada tempat yang lebih subur dari Lembah Sumeria, dan sejarah mencatat hal ini. Tetapi Abraham percaya. Itu iman yang benar.  Berbeda dengan kita hari ini yang bertanya, “Kalau aku menaati Tuhan, mengenakan hidup-Nya Kristus di dalam diriku, apakah aku beruntung?” Padahal di dalam Kolose 3:1 firman Tuhan dengan tegas mengatakan, “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada duduk di sebelah kanan Allah.” Betapa jauhnya dari standar hidup orang Kristen hari ini. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi, bukan berarti kita tidak punya kesibukan lain. Jelas kita harus cari nafkah, mengurus rumah tangga, sekolah dan lain sebagainya. Tetapi semua yang kita lakukan dasarnya adalah karena kita mencari perkara yang di atas.  Namun, banyak orang menganggap ini hanya hiasan. Sehingga mereka tidak menghormati Alkitab; dengan tidak menuruti apa yang Alkitab katakan. Jadi sejatinya tidak ada yang kita tunggu dan nantikan lagi, sebab kebahagiaan kita hanya satu: ketika Yesus datang. Kita tidak jadi pesimis, kita tetap optimis, tapi optimis kita di belakang langit biru. Dan optimis kita akan terbentuk pada waktu kita belajar mengenakan Kristus; hidup dalam kekudusan. Jadi, kita tidak bisa optimis tanpa kita membangun kekudusan. Tapi kalau kita betul-betul hidup suci, mengenakan Kristus di dalam hidup,
more
Menghidupkan Kristus
2024/02/25
Semakin kita mengerti kebenaran firman Tuhan dan sambil menjalani hidup panjang, semakin kita menghayati betapa tragisnya hidup ini. Tentu banyak kisah hidup yang kita jalani, di mana kita bisa menghayati tragisnya hidup. Ketragisan hidup ini semakin menjadi lengkap ketika kita melihat fenomena semakin jahatnya manusia; termasuk yang ada di dalam gereja. Tragisnya hidup ini membuat kita merasa berutang, bagaimana di singkat umur hidup kita, di sisa hari kita ini, kita bisa mengentaskan orang sebanyak mungkin masuk Kerajaan Surga. Dunia mengalami eskalasi atau peningkatan keadaan yang makin tidak menentu. Tidak ada harapan untuk semakin baik, dari segala aspeknya. Manusia berusaha untuk memakmurkan dirinya. Para ahli berusaha untuk memakmurkan masyarakat, memajukan masyarakat.  Teknologi berkembang, tetapi apakah teknologi yang ditemukan menambah kemakmuran? Atau sebaliknya, membangkitkan kekhawatiran karena dampak dari teknologi tersebut membuat pabrik tidak bisa menyerap tenaga manusia. Sementara lahan yang harus diolah makin sempit, persaingan antar negara juga tidak pernah makin surut. Pertentangan ideologi makin tajam. Bangsa yang satu tidak rela bangsa lain lebih maju, khususnya bangsa atau negara-negara adikuasa. Seperti yang kita bisa baca di koran, adanya perang dingin antara satu kelompok dengan kelompok lain. Jadi, masa depan dunia tidak bisa dikatakan lebih baik. Apalagi kita hidup di satu negara atau wilayah yang memiliki banyak masalah. Satu masalah belum selesai, muncul masalah berikut. Namun hal-hal ini tidak membuat kita berpikir pesimis menghadapi hidup ke depan, tetapi kita harus berpikir realistis.  Seandainya dunia membaik, berapa lama manusia dapat menikmatinya? Jadi ini yang seharusnya membuat kita merasa berutang, khususnya para pelayan Tuhan, bagaimana sebanyak mungkin menyeberangkan orang ke langit baru bumi baru. Di balik langit biru, itulah harapan kita. Ini bukan sesuatu yang diada-ada atau dipaksakan, karena memang firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak fokus pada dunia hari ini. Kolose 3:3-4 mengatakan, “Kamu sudah mati. Hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Jadi, jika Kristus yang adalah hidup kita menyatakan diri kelak, kita pun akan menyatakan diri bersama-sama dengan Dia di dalam kemuliaan.”  Pertanyaannya, seberapa kita percaya dan berani untuk mencari kemuliaan itu? Jika Kristus yang adalah hidup kita menyatakan diri kelak, kita pun akan menyatakan diri bersama-sama dengan Dia di dalam kemuliaan. Kemuliaan yang sekarang harus kita percayai, ada, walaupun seperti fantasi, seperti mimpi sebab begitu abstrak. Tetapi bukankah itu adalah iman? Bukankah itu yang diajarkan firman Tuhan? Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Karena iman, Abraham taat, ketika Abraham dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya. Lalu Abraham berangkat dengan tidak mengetahui tempat tujuannya. Dia tidak melihat. Abraham menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. Di mana? Abraham tidak tahu.  Yang berat adalah “jika Kristus adalah hidup kita,” berarti hidup kita bukan kita lagi, mesti Kristus yang hidup di dalam kita. Ini yang harus kita usahakan. Kita digilas dengan masalah-masalah berat, tapi di situlah kita dididik Tuhan untuk membuktikan apakah Kristus hidup di dalam diri kita atau tidak. Setiap kita pasti menghadapi pencobaan dan godaan untuk berbuat dosa. Ingat, ini: Kristus adalah hidup kita. Maka, seandainya Yesus hidup pada zaman sekarang, bagaimana Ia bersikap terhadap setiap peristiwa, setiap kejadian yang kita alami. Di tengah-tengah tragisnya hidup ini, kita mau sibuk dan asyik dengan Tuhan, yaitu untuk membenahi diri bagaimana kita bisa menghidupkan Kristus di dalam hidup kita. Roh Kudus akan menolong setiap kita.  Sebab masing-masing kita punya kepribadian atau personality yang berbeda-beda.
more
Ditunggu Tuhan
2024/02/24
Ironis, banyak orang Kristen yang tidak yakin bahwa dirinya bisa menemui Tuhan. Ini adalah pikiran yang salah. Sejatinya, setiap individu bisa menjadi bait Allah, Roh Kudus bisa diam di dalam hidup kita, sehingga kita bisa berinteraksi langsung dengan Tuhan. Firman Tuhan mengatakan di Yesaya 59 bahwa dosa yang menghalangi hubungan kita dengan Allah. Kalau orang hidupnya tidak bersih, jiwanya sakit, itu yang membuat kita tidak ingin berdoa, kalaupun berdoa tapi tidak sanggup lama, seperti putus hubungan. Sekarang mari kita sadar bahwa kita punya akses menjumpai Bapa di surga.  Buatlah rumah kita menjadi ruang kudus Tuhan, bukan hanya hati kita. Ketika kita datang menghadap Tuhan setiap hari, di situlah kita dirangsang untuk bergaul dengan Tuhan di dalam perjalanan hidup kita dari menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun ke tahun, sampai kita menutup mata. Sejujurnya, banyak orang percaya yang putus hubungan dengan Tuhan, tapi Tuhan masih melindungi mereka. Karena Firman mengatakan, “Walaupun kita tidak setia, Dia tetap setia.” Tapi sampai kapan? Tuhan sering menunggu kita. Namun, kita tidak tahu atau bersikap tidak tahu kalau Tuhan menunggu. Dia ingin kita bertemu dengan-Nya, bukan sekadar supaya masalah pemenuhan kebutuhan jasmani, ekonomi, kesehatan, pekerjaan, jodoh, anak, bisa diselesaikan. Bukan sekadar itu, melainkan perjumpaan dengan Tuhan itu menggarap kehidupan kita supaya kita menjadi layak bagi Kerajaan Surga. Sebab tidak mungkin seseorang bisa layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah tanpa bersentuhan dengan Dia. Dalam perjumpaan kita dengan Tuhan, Ia menasihati, mendidik, mengimpartasi spirit-Nya kepada kita. Betapa berharganya kesempatan ini. Jadi, jangan ada satu hari pun di mana kita tidak berjumpa dengan Tuhan. Lakukan ini mulai sekarang. Tuhan membuka akses kita datang kepada-Nya. Itu salah satu dari langkah kita berinteraksi dengan Tuhan. Sebab setelah ada perjumpaan dengan-Nya, kita mau berjalan dengan Tuhan. Masalahnya, apakah kita mempersoalkan hal ini?  Apakah gereja benar-benar mengubah hidup jemaat, membuat jemaatnya benar-benar masuk surga, atau hanya sebuah liturgi dan rutinitas belaka? Di mana jemaat tidak mendapatkan manfaat yang signifikan. Ya, mungkin mereka tetap menjadi orang Kristen, tapi apa artinya itu? Sebenarnya, orang yang datang ke gereja harus dibawa kepada keselamatan yang sejati. Itu menjadi beban kita sebagai pelayan Tuhan. Sudah bukan lagi untuk mencari gaji atau untuk mendapat kehormatan. Tetapi kalau mereka tidak menurut, tentu para hamba Tuhan tidak bersalah di hadapan Tuhan.  Maka, mulai hari ini carilah Tuhan, jangan sama seperti kemarin lagi. Jangan anggap enteng dan berkata, “Saya aman-aman saja, kok.” Jangan sibuk untuk hal-hal yang tidak perlu dan jangan lagi berbuat dosa. Kita tidak bisa berubah tanpa perjumpaan dengan Tuhan. Kita tentu mengenal diri kita, kelemahan-kelemahan, kecenderungan-kecenderungan hati dan nafsu daging kita. Tapi dengan duduk diam sebanyak-banyaknya di kaki Tuhan, kita berubah sebab luar biasa pengaruh hadirat Tuhan itu. Kita harus terus merangsang dan menghayati kehadiran Tuhan. Maka, kita harus serius mau berjalan dengan Tuhan.  Kita harus kerja keras, mencari nafkah dengan giat, belajar yang tekun, tapi pengharapan hidup kita ada di hadirat Tuhan. Inilah pelabuhan hidup kita. Dimulai dari doa pagi, lalu setelah itu menghayati bahwa kita berjalan dengan Tuhan. Kalimat Doa Bapa Kami, “Datanglah Kerajaan-Mu,” “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga” mengisyaratkan bahwa kehidupan kita selalu terhubung dengan kehidupan surga. Jadi kita mesti datang menghadap Kerajaan Surga. Banyak pengalaman yang tak terucapkan waktu kita berdoa dan itu memberikan kita atmosfer yang kuat dari Kerajaan Surga turun dalam hidup kita.  Kesenangan-kesenangan kita dengan perkara dunia terkikis. Kejijikan kita terhadap dosa tumbuh. Yang dulu kita nikmati, sekarang menjijikkan. Malu,
more
Kemutlakan
2024/02/23
Kalau Tuhan Yesus mengajarkan kita Doa Bapa Kami, “Datanglah Kerajaan-Mu,” berarti kita harus menghadirkan pemerintahan Allah atas hidup kita, dan ini adalah satu kemutlakan; tidak boleh dihindari. Sebab kehidupan tanpa dihadiri pemerintahan Allah berarti pemberontakan. Itu berarti hidup di luar persekutuan dengan Allah, ada di luar otoritas Allah. Jadi, hidup di dalam pemerintahan Allah adalah suatu hal yang benar-benar mutlak. “Datanglah Kerajaan-Mu,” yang kemudian disusul dengan kalimat “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Mari kita jujur melihat hidup kita masing-masing, apakah kita sungguh-sungguh telah menghadirkan pemerintahan Allah tersebut di dalam hidup kita? Dengan kedatangan Tuhan Yesus Kristus di bumi ini dan kita menerima keselamatan di dalam Dia, maka terbuka kesempatan untuk menghadirkan pemerintahan Allah tersebut. Kalau kita melihat kehidupan bangsa Israel, mereka ada dalam pemerintahan Allah secara komunitas, dipimpin oleh seorang pemimpin; seperti Musa, Yosua, atau hakim-hakim. Tetapi di dalam kehidupan orang Kristen, pemerintahan Allah bisa terjadi atau berlangsung atas setiap kehidupan individu. Inilah visi dan misi dari Allah Bapa yang dibawa dan diemban oleh Tuhan Yesus. Dosa yang memisahkan hubungan antara Allah dan manusia diselesaikan oleh Yesus dengan memikulnya di kayu salib, membayarnya dengan pengurbanan, penderitaan, darah dan kematian-Nya. Sehingga hubungan yang putus antara Allah Bapa dan individu, bisa dipertemukan. Itulah sebabnya dalam kehidupan orang Kristen, tidak lagi dibutuhkan imam-imam seperti dalam umat Perjanjian Lama, bangsa Israel. Karena setiap orang percaya adalah imamat-imamat, yang bisa berarti hulubalang-hulubalang atau pelayan-pelayan. Kalau di Perjanjian Lama ada imam-imam yang bisa menjadi perantara antara Elohim Yahweh dengan umat, namun di Perjanjian Baru tidak perlu ada. Imam besar kita hanya satu, Tuhan Yesus Kristus, yang menjadi perantara antara kita secara individu dengan Allah. Ini luar biasa. Bayangkan, masyarakat Israel pada Perjanjian Lama, mereka memandang Allah seperti pungguk merindukan bulan. Tidak ada yang bisa menemui Allah, hanya imam besar, itu pun setahun sekali di ruang maha suci.  Tetapi kedatangan Yesus menyelamatkan kita, dan dapat menghubungkan kembali hubungan antara Allah dan manusia. Dan bisa membuat sebuah interaksi langsung antara Allah dan manusia. Itulah sebabnya Ia disebut Imanuel, Allah beserta kita. Dalam Kejadian 3:8 kita membaca, Allah mengunjungi anak-anak-Nya. Rupanya, Tuhan sebagai sahabat, sebagai Bapa, mengunjungi Adam. Tetapi Adam, yang jatuh dalam dosa, tidak berani berhadapan dengan Allah, ia bersembunyi. Sehingga Allah harus memanggil-manggil Adam, “Di manakah engkau?” Dan setelah itu, Adam dihalau dari taman (dalam teks aslinya, diceraikan). Sejak itu, manusia tidak bisa berinteraksi langsung dengan Allah. Kedatangan Tuhan Yesus Kristus memberi akses manusia untuk menemui Allah. Sehingga Doa Bapa Kami yang berbunyi, “Datanglah Kerajaan-Mu” dapat berlangsung di dalam hidup kita. Masalahnya, apakah kita telah menghadirkan Kerajaan Allah itu di dalam hidup kita? Kehidupan macam apa itu? Banyak orang Kristen begitu fasih mengucapkan kalimat “Doa Bapa Kami,” namun apakah mereka benar-benar telah mengalami realisasi dari isi “Doa Bapa Kami” itu? Sebab di dalam Doa Bapa Kami ada kabar baik bahwa manusia bisa menjumpai Allah per individu, setiap individu bisa merasakan kehadiran Kerajaan Allah di dalam hidupnya.  Sadarkah kita bahwa Allah itu melampaui segala sesuatu? Anugerah yang tiada terkatakan, berkat yang tak ternilai, kedahsyatan di atas segala kedahsyatan. Kalau sampai kita diperkenan memiliki akses bertemu dengan Tuhan, bergaul dengan Dia, berjalan dengan Dia, betapa itu luar biasa. Tetapi kita melihat kenyataan bahwa kekristenan telah menjadi tidak lebih seperti agama dengan atribut seremonial, ritual, liturgi.
more
Memelihara Iman
2024/02/22
Kesetiaan Abraham kepada Elohim Yahweh, di mana sampai akhir hayatnya ia tetap menunaikan panggilannya untuk menemukan negeri yang dijanjikan Tuhan, merupakan kesetiaan iman. Akhirnya Abraham mengakhiri pertandingan imannya dengan baik. Kehidupan Abraham ini harus juga menjadi teladan kita. Inilah pertandingan yang dimaksud oleh Paulus, bahwa ia memelihara imannya sampai akhir hidupnya (2 Tim. 4:7). Memelihara iman bukan hanya berarti sampai mati tetap menjadi orang Kristen yang pergi ke gereja. Pertandingan iman atau yang sama dengan perlombaan yang diwajibkan bagi kita adalah berusaha mengerti apa yang Tuhan kehendaki secara pribadi dan melakukannya. Sebagaimana kehadiran Abraham di dunia ini dikehendaki oleh Allah untuk melakukan keinginan dan rencana Allah, demikian pula dengan keberadaan kita di bumi ini dikehendaki Allah untuk melakukan keinginan dan rencana-Nya. Kalau kita menjadi salah satu dari anak Abraham atau diberi peluang untuk memperjuangkan iman seperti Abraham, berarti kita adalah orang yang penting di mata Tuhan. Sebagaimana betapa pentingnya Abraham dalam sejarah Kerajaan Allah, demikian pula betapa pentingnya kita masing-masing dalam sejarah Kerajaan Tuhan Yesus Kristus.  Kita adalah salah satu dari corpus delicti yang dinantikan, sebab kurang satu saja dari jumlah corpus delicti yang dikehendaki oleh Allah, maka dunia belum bisa diakhiri dan Kerajaan Tuhan Yesus Kristus belum bisa direalisasikan (Why. 6:11; 2 Ptr. 3:12). Oleh sebab itu, kita harus terus berjuang untuk melakukan kehendak Tuhan dan memenuhi rencana-Nya. Iblis akan berusaha agar kehadiran Kerajaan Tuhan tidak bisa direalisir. Itulah sebabnya ia berjalan keliling bekerja keras berusaha menelan siapa saja yang dapat diterkamnya. Kita harus melawan dengan iman yang teguh, artinya tetap di dalam kesetiaan iman seperti Abraham. Semua orang percaya yang benar mengalami penderitaan dalam perjuangan mempertahankan iman (1 Ptr. 5:8-9). Oleh sebab itu, kita tidak boleh memiliki urusan sendiri, yaitu hidup wajar seperti anak-anak dunia yang tidak dipandang penting oleh Tuhan. Mereka sibuk makan dan minum, kawin dan dikawinkan sampai mati. Mereka adalah orang-orang yang tidak diperhitungkan oleh Tuhan, sebab mereka akan menjadi sampah abadi. Kalau kita tidak bersungguh-sungguh memperjuangkan iman, kita bisa senasib dengan mereka, yaitu binasa, terpisah dari Allah selamanya. Hal ini bukan nasib atau penentuan Tuhan, melainkan pilihan kita sendiri. Sering kali sampai seseorang menutup mata, barulah ia dipaksa untuk melepaskan semuanya; harta, pangkat, kehormatan, gelar, keluarga, kerabat dan semua teman. Orang yang dipaksa melepaskan miliknya adalah orang yang tidak kaya di hadapan Tuhan. Sejatinya, kita harus bisa melepaskannya sebelum kita menutup mata, artinya keterikatan kita dengan apa pun dan siapa pun tidak melebihi keterikatan kita dengan Tuhan. Jangan sampai pada momen tertentu, Tuhan memandang seseorang tidak akan bisa setia, artinya tidak akan bisa memberi porsi yang pantas untuk Tuhan sehingga ia tidak mendapat tempat di hati Tuhan lagi. Inilah yang Firman Tuhan ibaratkan dengan “menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan” (Ibr 12:16-17).  Percabulan yang dimaksud dalam teks ini adalah percabulan rohani. Percabulan rohani dalam waktu lama akan menutup pintu kesempatan menjadi kekasih Tuhan. Orang-orang ini dilukiskan seperti istri Lot yang menoleh ke belakang, sehingga ia tidak pernah mendapat kesempatan mengalami keselamatan. Bukan Tuhan tidak mampu menyelamatkannya, melainkan ia telah menolak usaha Tuhan menyelamatkannya. Oleh sebab itu, kita harus segera melepaskan diri dari milik kita (Luk. 14:33). Melepaskan diri dari milik akan ditandai dengan keinginannya yang pudar terhadap keindahan dunia; tidak lagi mengingini kehormatan, pujian dan sanjungan manusia serta tidak lagi ada keinginan dicintai orang sesuai dengan seleranya.  Semakin seseorang memiliki diri sendiri,
more
Ketekunan
2024/02/21
Melalui proses panjang belajar firman Tuhan dan menghampiri takhta Tuhan setiap hari, diharapkan kita bisa mencapai “kewajaran” di hadapan Tuhan. Kewajaran ini ditandai dengan berbagai hal. Di antaranya adalah perasaan puas, bahagia, tenang dan cukup dengan Tuhan Yesus. Perasaan seperti ini sebenarnya tidak mudah dimiliki, sebab ia harus meninggalkan segala kesenangan dunia barulah bisa menikmati kesenangan dari Tuhan. Ini hal yang penting, banyak orang mencoba mencari Tuhan dan beragama untuk menemukan ketenangan.  Berbeda dengan kekristenan, justru ketika seseorang berjumpa dengan kekristenan, maka akan terjadi guncangan-guncangan. Guncangan itu dimaksudkan agar “selera” jiwa seseorang diubah. Apakah seseorang berhasil lolos atau tidak, tergantung ketekunannya belajar kebenaran Tuhan dan menikmati kehadiran Tuhan. Seperti yang terjadi dalam perjalanan Tuhan Yesus di bumi ini. Ketika banyak orang datang berbondong-bondong kepada-Nya, Ia mengatakan sesuatu yang membuat “iman mereka terguncang.” Iman di sini maksudnya adalah hidup keberagamaan mereka.  Seperti orang-orang beragama pada umumnya, mereka menganut suatu agama supaya mendapat ketenangan. Demikian pula orang banyak mengikut Tuhan Yesus berharap bahwa mereka akan mendapat ketenangan versi mereka. Ternyata Tuhan Yesus malah menyampaikan suatu pernyataan yang mengguncang mereka, yaitu ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa darah-Nya adalah benar-benar minuman dan daging-Nya adalah benar-benar makanan (Yoh. 6:54-61). Ini bertentangan dengan pengharapan mereka.  Bukan hal yang mudah menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan harapan dan keinginan banyak orang. Tetapi demi kebenaran dan keselamatan mereka sendiri, maka Tuhan Yesus mengatakannya. Sebab banyak ketenangan semu atau palsu yang mereka anggap sebagai “karunia ilahi.” Di sini terjadi penyesatan atas orang-orang beragama. Sejatinya, itu bukan ketenangan yang sejati dari Tuhan. Ketenangan dari Tuhan hanya dialami oleh mereka yang sudah mengosongkan bejana hatinya dari cara berpikir anak dunia dan mengenakan cara berpikir Tuhan.  Selama seseorang belum mengenakan pikiran dan perasaan Kristus, ia tidak akan pernah memahami damai sejahtera Tuhan atau ketenangan yang sesungguhnya. Itulah sebabnya kita harus belajar dari Tuhan Yesus untuk dapat memiliki dan menikmati kelegaan-Nya (Mat. 11:28-29). Demikianlah pada kenyataannya, perlu perjuangan untuk mengalami ketenangan-Nya. Di Lukas 18:8 Tuhan Yesus menunjukkan kekhawatiran-Nya dengan pernyataan, “… jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” Hal ini harus benar-benar kita perhatikan.  Pernyataan Tuhan Yesus ini memberi peringatan yang sangat jelas bahwa menjadi seorang pengikut Kristus yang sejati—yang memiliki iman seperti yang dikehendaki oleh Dia menjelang kedatangan Tuhan Yesus—adalah sesuatu yang sangat langka. Janda dalam Lukas 18 ini menunjukkan perjuangannya yang berat supaya hak-haknya dibenarkan. Perumpamaan mengenai janda dalam Lukas 18 hendak menunjukkan kepada kita betapa pentingnya ketekunan dan keberanian untuk mempertahankan integritas. Integritas sebagai anak-anak Allah yang memiliki kualifikasi “wajar di hadapan Tuhan.” Tentu saja ukuran wajar di hadapan Tuhan sama dengan sempurna seperti Bapa. Suatu hari nanti Tuhan akan membenarkan umat pilihan-Nya (Luk. 18:8). Kata membenarkan dalam teks aslinya adalah ekdikesis (ἐκδίκησις) yang juga bisa berarti avenge, vengeance, punishment (membalas, membalas dendam, penghukuman). Maksud pernyataan ini adalah Tuhan akan menunjukkan yang benar dan salah serta memberi konsekuensinya. Kalau hari ini seakan-akan Tuhan bungkam, tetapi suatu hari nanti Ia pasti berbicara. “Bungkamnya” Tuhan harus kita waspadai sebagai sesuatu yang “mengerikan.” Kita harus berusaha mendengar Tuhan berbicara memberi penilaian-Nya kepada kita. Kita harus selalu bersedia dievaluasi oleh Tuhan, bagaimana penilaian Tuhan terhadap kita sekarang.  Hidup ini
more
Ada Ujungnya
2024/02/20
Dalam Kejadian 1:14 tertulis bahwa Tuhan menciptakan benda-benda penerang untuk menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun. Hal ini meneguhkan realitas adanya perjalanan waktu di bumi ini dalam kehidupan manusia. Manusia diperhadapkan kepada realitas adanya awal dan akhir suatu masa. Sebenarnya perjalanan waktu itu tidak menjadi masalah, kalau manusia tidak jatuh dalam dosa dan tidak masuk proses penuaan dan kematian. Sejak pada hari manusia tidak melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan, maka manusia harus “mati.” Itulah awal proses kematian tersebut terjadi. Ini adalah malapetaka terdahsyat dalam kehidupan yang memasuki masa kefanaan di bumi.  Manusia mengalami transformasi dari kehidupan fana di bumi ini, lalu masuk keabadian. Transformasi ini sebenarnya tidak menjadi masalah kalau sesudah menanggalkan tubuh fana, manusia memasuki kemuliaan, maksudnya menerima kehidupan lebih baik. Tetapi adalah sebuah malapetaka maha dahsyat kalau manusia binasa (Why. 14:13). Binasa artinya terpisah dari Tuhan selama-lamanya (Mat. 10:28). Realitas adanya perjalanan waktu dalam kehidupan manusia yang jatuh dalam dosa ini sesungguhnya sesuatu yang menggetarkan jiwa, sebab semua pasti berakhir.  Semua di sini berarti segala sesuatu yang kita alami dalam kehidupan di bumi ini, yaitu kebahagiaan maupun kesusahan. Segala sesuatu harus dilepaskan. Seberapa pun panjangnya hidup manusia, akan ada ujung atau akhirnya. Dalam pikiran kita harus selalu tergambar lukisan bahwa semua kita sedang menuju suatu jurang yang tidak bisa dihindari. Jurang itu adalah kematian. Dengan memiliki pikiran ini, maka kita terpacu untuk mempersiapkan diri menghadapi realitasnya. Detak jantung kita ini pasti berhenti, denyut nadi ini pasti berakhir. Ketika rambut mulai memutih, penglihatan mulai kabur, gigi-gigi mulai tanggal, kulit mulai mengeriput, tubuh mulai rentan dan lemah serta mudah sakit-sakitan dan berbagai tanda lain, hal itu menunjukkan bahwa akhir kehidupan di bumi sudah semakin mendekat.  Semua tanda dan gejala ini menjadi semacam peringatan dini agar kita mempersiapkan diri memasuki masa kekekalan. Tanda atau gejala tersebut menjadi jam kehidupan yang tidak bisa dihentikan langkahnya. Namun demikian sebenarnya soal hari kematian adalah soal misteri, sebab kematian bisa menjemput tidak menunggu usia senja, melalui berbagai sebab hidup seseorang bisa berakhir. Semua kehidupan di bumi ini pasti akan berakhir, tetapi yang tidak berakhir adalah kekekalan roh manusia. Roh manusia adalah kesadaran yang tidak berakhir. Kesadaran ini memuat pikiran, perasaan dan kehendak.  Dalam Lukas 16:19-31, dikisahkan mengenai orang kaya dan Lazarus. Di alam maut orang kaya yang celaka tersebut merasakan penderitaan yang hebat di api yang menyala. Ia meminta agar Abraham menyuruh Lazarus mencelupkan ujung jarinya untuk memberikan setetes air guna menyejukkan lidahnya. Ia juga memiliki pikiran dan perasaan mengenai keadaan saudara-saudaranya yang masih hidup di bumi. Itulah sebabnya ia meminta Abraham mengutus Lazarus untuk memperingatkan saudara-saudaranya.  Dalam hal ini manusia memiliki kesamaan dengan Allah, yaitu memiliki kekekalan. Hanya bedanya keberadaan Allah tidak memiliki awal atau permulaan, tetapi manusia memiliki permulaan sebab manusia dilahirkan atau diciptakan oleh Allah. Banyak orang tidak mengerti atau tidak mau mengerti kebenaran ini, sebab mata hati pengertian mereka telah tertutup. Mereka dibutakan atau disesatkan kuasa dunia ini sehingga tidak mengenal kebenaran tersebut. Inilah yang dimaksud Alkitab bahwa manusia berjalan dalam gelap. Banyak orang yang tersesat hidup dalam kegelapan dengan berpikir seakan-akan hidup ini akan berlangsung terus, tiada akhirnya atau ujungnya.  Inilah yang mengikat kehidupan banyak orang, juga sebagian besar orang Kristen. Ini adalah sebuah penyesatan Iblis yang sukses. Bila jujur, maka kita dapati bahwa banyak manusia tidak mau berpikir atau menerima kenyataan bahwa...
more
Pengalaman yang Berkualitas
2024/02/19
Kekristenan dalam kehidupan seseorang menjadi mati atau tidak bernyawa jika tidak disertai pengalaman yang berkualitas dengan Tuhan. Pengalaman riil dengan Tuhan bukan sesuatu yang hanya dinilai sebagai perbuatan tangan Tuhan, melainkan harus sungguh-sungguh dirasakan sebagai perbuatan Tuhan sendiri. Tidak sedikit orang yang mengakui suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sebagai perbuatan tangan Tuhan, tetapi kejadian itu tidak meninggalkan goresan dalam kehidupan orang tersebut. Goresan tersebut adalah kehidupan yang semakin memberkati orang lain. Sikap hidup yang tidak melukai sesama.  Banyak orang Kristen yang menyaksikan pengalaman kesaksian pertolongan Tuhan dalam hidupnya, tetapi tidak membuat dirinya berubah. Seharusnya dengan pengalaman tersebut, ia semakin mengasihi Tuhan, semakin bersedia melayani Tuhan dan berkorban apa pun juga bagi Tuhan, semakin hidup tidak bercacat dan tidak bercela dan tentu saja semakin menjadi berkat bagi orang lain. Karena memang segala pengalaman hidup tersebut dipakai Tuhan untuk mendewasakannya (Rm. 8:28). Jadi kalau melalui pengalaman hidup seseorang tidak semakin membuatnya dewasa rohani, berarti ia menyia-nyiakan kesempatan.  Padahal setiap peristiwa kehidupan mengandung pelajaran iman yang tidak ternilai harganya. Orang yang mengabaikan pelajaran rohani ini adalah orang-orang yang tidak memedulikan pemeliharaan rohaninya. Biasanya, ia memandang segala peristiwa kehidupan hanya sebuah irama hidup wajar. Orang seperti ini tidak menghargai nilai kekekalan. Pikirannya hanya tertuju kepada perkara-perkara duniawi. Mereka adalah orang-orang yang ingin dunia hari ini menjadi seperti Firdaus. Mereka juga adalah orang-orang yang belum dewasa, yang masih mencari penghargaan.  Kesaksiannya dianggap nilai tambah dirinya, padahal yang memberi nilai (value) adalah buah dari masalah tersebut, yaitu pendewasaan. Mereka hanya melihat nilai pada perbuatan Tuhan yang mengangkat masalah dan memenuhi apa yang mereka anggap sebagai kebutuhan, tetapi mereka tidak menemukan value yang sesungguhnya, yaitu pendewasaan yang diakibatkan oleh masalah tersebut. Tidak heran jika mereka hanya mempersoalkan masalah itu sendiri dan bersyukur atas jalan keluarnya, bukan pada proses pendewasaannya. Pengalaman itu sendiri menjadi tidak berkualitas sama sekali. Kekristenan menjadi berkualitas bila pengalaman yang dialami orang percaya, bukan hanya berkenaan dengan pengalaman yang menyangkut masalah yang berorientasi pada kepentingan pribadi, tetapi berkenaan dengan kepentingan Tuhan. Memang diawali dengan pengalaman yang berorientasi pada kepentingan pribadi, selanjutnya bila ia bertumbuh dewasa melalui pengalaman tersebut, Tuhan akan membawanya kepada pengalaman dengan Tuhan yang berorientasi pada kepentingan Tuhan atau pekerjaan Tuhan.  Tuhan akan membuat perjalanan hidup kita tidak mulus, yang melaluinya Tuhan hendak mendewasakan kita. Pendewasaan ini sebagai persiapan menjadi “jago” atau “gladiator Tuhan.” Sebagaimana Tuhan Yesus selama 30 tahun dipersiapkan menjadi gladiator Bapa. Selanjutnya, Tuhan juga tidak akan membuat pekerjaan Tuhan atau pelayanan kita berjalan mudah tanpa rintangan. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman para rasul, terutama rasul Paulus. Tuhan mengizinkan perjalanan pelayanannya berat; dari kelelahan fisik, perasaan yang terlukai sampai darah yang harus ditumpahkan (Flp. 2:17; 2 Tim. 4:6).  Pengalaman yang kedua ini akan membuat seseorang benar-benar mengalami Tuhan. Hal ini akan memperkokoh tali persekutuan dengan Tuhan. Ia akan semakin mengasihi Tuhan. Memandang Kerajaan Surga sebagai tujuan yang nyata dan sangat jelas. Ia menjadi kekasih Tuhan dan kesayangan-Nya. Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus dengan mengambil bagian dalam penderitaan Tuhan atau bersama-sama dengan Tuhan dalam segala pencobaan atau menderita bersama-sama dengan Tuhan. Tuhan sengaja mengizinkan perjalanan pelayanan kita menjadi berat dan penuh tantangan.
more
Bahasa Keakraban
2024/02/18
Liturgi gereja haruslah ekspresi miniatur kehidupan setiap hari yang menyembah Allah atau memberi nilai tinggi Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata agar orang percaya menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran. Konteks pernyataan Tuhan Yesus itu adalah dialog antara Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria di perigi Yakub dekat kota Sikhar. Orang Yahudi menyelenggarakan ibadahnya atau penyembahan kepada Yahweh di bait Allah di Yerusalem, sedangkan orang Samaria yang adalah keturunan campuran antara orang Yahudi dan orang kafir tidak diperkenankan mengadakan ibadah di Yerusalem. Itulah sebabnya mereka mengadakan ibadah kepada Yahweh di gunung Gerizim.  Tuhan Yesus menyatakan bahwa ada saatnya orang tidak lagi beribadah di Yerusalem atau di gunung itu, tetapi dalam Roh dan kebenaran (Yoh. 4:24). Ini berarti penyembahan yang bersifat seremonial akan berakhir, sebab itu bukan standar yang dikehendaki oleh Allah. Orang percaya dikehendaki oleh Allah memiliki sikap hati, pola berpikir dan gaya hidup yang sesuai dengan keinginan Tuhan. Itu adalah yang berkenan kepada-Nya atau melakukan keinginan atau kehendak-Nya (Yoh. 4:23-24). Bagi umat Perjanjian Baru yang mengerti bahwa Allah itu Roh, maka penyembah-penyembah-Nya harus menyembah Dia dalam Roh dan kebenaran.  Mengapa demikian? Allah yang adalah Roh hendak menunjukkan bahwa Ia ada di mana-mana, tidak terikat ruangan dan waktu. Kalau penyembahan hanya di suatu lokasi, pada rentang waktu tertentu dan dengan cara tertentu, maka itu bukan penyembahan yang berkualitas. Memang orang Yahudi dulu demikian dan Allah memakluminya, sebab mereka belum mengenal kebenaran seperti umat Perjanjian Baru. Kalau sekarang kita sebagai umat Perjanjian Baru mengenal kebenaran, maka cara kita menyembah harus berbeda.  Liturgi gereja harus merupakan ekspresi miniatur dari kehidupan setiap hari yang menghargai atau memberi nilai tinggi terhadap Tuhan. Kalau setiap harinya tidak demikian berarti munafik atau pura-pura. Ucapan dan segala pengakuan di mimbar tidak sinkron dengan kenyataan hidup setiap hari. Kalau kehidupan seseorang benar—yaitu memberi nilai tinggi Tuhan—maka penyembahannya pasti benar. Ketulusannya tidak dibuat-buat karena memang ketulusan tidak bisa dibuat-buat. Ketulusan adalah irama otomatis kehidupan yang setiap hari, yaitu apabila seseorang memiliki hubungan interaksi yang baik dengan Tuhan terus menerus tiada henti.  Memuji dan menyembah Allah haruslah menjadi irama otomatis yang mengalir keluar dari hati, bukan sesuatu yang dipaksakan. Seseorang yang memiliki kehidupan sikap hati memberi nilai tinggi Tuhan atau menghormati-Nya dengan pantas, secara otomatis atau dengan sendirinya memiliki “spirit menyembah” secara terus menerus tiada henti. Ia tidak perlu berusaha untuk menyembah, sebab dengan sendirinya irama menyembah itu sudah permanen ada. Ia hanya perlu mengekspresikan kapan dan di mana. Untuk mengekspresikannya, tidak tergantung suasana, tempat, liturgi, musik dan lain sebagainya.  Sikap menyembah dapat diekspresikan tanpa bisa dihambat oleh apa pun dan siapa pun. Kalau ia seorang pembicara atau pengkhotbah, worship leader dan singer, maka dengan ringan tanpa beban bisa menyembah Tuhan di depan jemaat dengan tulus. Ia tidak perlu mencari-cari wajah Tuhan atau melakukan pemanasan untuk menemukan hadirat Tuhan. Namun kenyataan yang kita lihat, tidak banyak orang yang memiliki spirit penyembahan seperti ini. Oleh sebab itu, pelayananan puji-pujian dan penyembahan harus dilakukan oleh mereka yang terus menerus belajar menyembah Allah setiap hari sehingga memiliki spirit menyembah dengan benar atau berkualitas tinggi.  Dan seorang pembicara harus memiliki spirit menyembah, walaupun ia tidak bisa menyanyi dengan baik, tetapi spirit penyembahan akan menolongnya mampu mengajak orang untuk menyembah Allah. Memang untuk melayani mimbar, seseorang tidak harus menunggu sempurna baru mengambil bagian dalam pelayanan ini,
more
Belum Mencari Tuhan
2024/02/17
Sebenarnya harus diakui, betapa sulitnya mencari Tuhan itu. Kalau Tuhan Yesus memperkenalkan Injil atau hal-hal rohani, itu karena memang bangsa Israel adalah masyarakat yang sangat agamani. Hal-hal yang bertalian dengan Tuhan atau spiritual adalah bagian integral dalam hidup mereka setiap hari. Bayangkan, betapa sulitnya memperkenalkan kepada suatu masyarakat yang tidak memedulikan hal-hal yang bertalian dengan Tuhan atau hal-hal spiritual dalam masyarakat yang sudah terbiasa tidak memedulikan kepada hal-hal tersebut, seperti masyarakat di beberapa negara Barat hari ini.  Apalagi kalau mereka sudah makmur dan berpikir rasional versi mereka, artinya segala sesuatu yang tidak bisa diverifikasi secara sains adalah omong kosong. Tuhan pun dianggap omong kosong. Inilah masyarakat yang mengalami penduniawian atau sekulerisme. Gejala seperti ini sudah mewabah di seluruh dunia, bahkan negara yang bertuhan sebagai silanya seperti Indonesia, Tuhan pun dianggap omong kosong. Hal ini terbukti dari sikap hidup dan segala tindakan mereka. Hari ini dan ke depan kita semakin dihadapkan pada masyarakat dan sebagian besar manusia yang sebenarnya tidak mencari Tuhan.  Atmosfer dunia yang fasik ini pasti ikut mempengaruhi kita. Kita harus tetap pada integritas sebagai anak-anak Allah yang berdiri tegak berdasarkan kebenaran Alkitab, bahwa mencari Tuhan atau mendahulukan Kerajaan Surga adalah prioritas lebih dari segala hal (Mat. 6:33). Kesempatan untuk mencari Tuhan atau mendahulukan Kerajaan Allah sangat singkat dan terbatas. Itulah sebabnya Tuhan berfirman agar kita mencari Tuhan selama Ia berkenan ditemui (Yes. 55:6). Inilah masa perkenanan itu, sebab kalau pintu sudah ditutup, maka tidak ada yang bisa membukanya. Sama seperti pada saat pintu bahtera Nuh sudah ditutup, maka tidak ada yang bisa membukanya.  Hari ini banyak orang sedang berpesta dengan kehidupan ini tanpa sungguh-sungguh mencari Tuhan. Mereka termasuk orang-orang beragama yang hanya beragama, tetapi belum menemukan Tuhan. Mereka menemukan pengetahuan tentang Tuhan secara terbatas dan melakukan kegiatan agamanya, tetapi mereka belum bersentuhan langsung dengan Tuhan. Pada dasarnya mereka belum memiliki pengalaman yang riil atau nyata dengan Tuhan. Lebih mengerikan kalau yang berkeadaan belum menemukan Tuhan itu ternyata juga adalah orang-orang yang berbicara di mimbar mengatasnamakan Tuhan. Maka Tuhan yang diperkenalkan atau dikhotbahkan adalah Tuhan dalam fantasi saja. Kata “mencari Tuhan” dalam lingkungan orang percaya adalah kata yang sudah tidak asing. Sering diucapkan dan didengar. Tetapi tidak banyak yang benar-benar mengerti apa yang dimaksud dengan mencari Tuhan itu, apalagi menggelarnya dalam kehidupan. Sehingga faktanya banyak orang beragama Kristen, tetapi tidak mencari Tuhan. Hendaknya seseorang tidak berpikir dangkal, sudah merasa mencari Tuhan hanya karena pergi ke gereja.  Mencari Tuhan pada dasarnya dibangun dari dua motivasi utama, pertama, berusaha mengenal Tuhan untuk dapat melakukan kehendak-Nya. Untuk ini pihak gereja harus mengajarkan kebenaran agar jemaat mengenal Allah dengan benar. Sebagai buahnya, orang percaya diajar untuk menempatkan diri dengan benar di hadapan-Nya. Karakternya diubahkan terus untuk dapat dikembalikan seperti rancangan Allah semula, menghormati Tuhan atau menyembah Tuhan dan melayani Tuhan dengan membantu orang lain bisa memiliki kedewasaan rohani yang benar.  Kedua, berusaha mengalami Tuhan setiap saat sehingga dapat menjadikan Tuhan sebagai kebahagiaan. Ini bukan sekadar pengalaman keagamaan dalam liturgi atau misa. Tetapi pengalaman riil dengan Tuhan setiap hari. Untuk ini seseorang harus serius menghayati atau memberi perhatian kepada kehadiran Tuhan setiap saat, meninggalkan kesenangan dunia dan berusaha mengubah cita rasa jiwanya terhadap dunia ini. Tentu saja orang-orang seperti ini akan menyediakan waktu pergi ke gereja, doa pribadi dan bersekutu dengan saudara-saudara yang memiliki keri...
more
Merebut Diri Sendiri
2024/02/16
Kalau Alkitab berkata, “Ucapkan syukur dalam segala hal,” itu bukan tanpa alasan. Artinya semua yang terjadi baik adanya. Misalnya, ketika nama baik kita dirusak, sebenarnya Tuhan mau menghancurkan kehormatan dan kesombongan kita. Karena Tuhan mau kita hanya mencari kehormatan di kekekalan, kehormatan yang diberikan Allah; bukan kehormatan dari manusia. Masing-masing kita memiliki pergumulan yang berbeda-beda, tapi pada intinya, Tuhan mau menghancurkan manusia lama kita melalui masalah dan tekanan hidup.  Jadi, kalau kita punya masalah, kita harus menangkap apa maksud Tuhan di balik masalah tersebut. Sering kali, justru karakter kita yang harus diselesaikan lewat masalah itu. Jangan sampai kita berdoa seperti yang dikatakan Yakobus, yaitu kita minta sesuatu untuk memuaskan hawa nafsu kita sendiri. Misalnya, waktu kita dimusuhi orang, kita tidak minta Tuhan untuk menghancurkan musuh itu, melainkan kita minta Tuhan membuat kita tidak marah, bisa mengampuni dan memberkati orang yang melukai kita. Di sini kita merebut diri kita untuk Tuhan. Jangan meminta sesuatu untuk memuaskan hawa nafsu kedagingan kita.  Jadi sekarang yang kita lakukan adalah meminta Tuhan agar kita bisa berkata seperti pemazmur, “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batu dan bagianku tetaplah Allah.” Walau banyak kasus yang terjadi di dalam hidup, kita tidak terpaku pada masalah atau kasus itu, tetapi kita memperhatikan keadaan manusia lama yang harus dimatikan. Supaya manusia barulah yang dihidupkan, yang kita persembahkan untuk Tuhan. Namun, banyak di antara kita yang masih memelihara manusia lama. Kalau kita berkeadaan seperti ini terus, kita tidak mungkin dilayakkan masuk ke dalam Kerajaan Surga.  Sekarang, kalau ada orang berkata, “Saya mau melayani pekerjaan Tuhan,” maka ia harus mulai dengan merebut dirinya sendiri dulu. Nanti Roh Kudus akan menuntunnya, karena setiap orang punya kasus yang sangat pribadi dengan karakteristik yang berbeda. Dan kalau kita sudah merebut diri kita, maka kita pasti merebut orang lain. Pelayanan kita baru benar, bukan sekadar mengisi gereja dengan orang-orang yang menjadi anggota gereja, tapi kita mengisi Kerajaan Allah, mengisi Rumah Bapa dengan jiwa-jiwa. Kita harus mengasihi diri sendiri dengan benar, sebab standar mengasihi orang lain harus bisa mengasihi diri sendiri dahulu dengan benar.  Maka kalau kita merebut diri kita untuk Kerajaan Surga, kita juga pasti merebut sesama untuk Kerajaan Surga. Dan itu harus dimulai dari hati. Jadi, kalau kita sampai tidak punya kerinduan untuk memenangkan jiwa-jiwa, berarti memang kita juga belum menang. Bagaimana kita mau merebut jiwa untuk Tuhan jika kita sendiri belum merebut jiwa kita untuk Tuhan? Makanya, sekolah Alkitab harus melatih para mahasiswa untuk memperbaiki manusia barunya, bukan hanya memberi pendidikan teologi. Kita tidak butuh sertifikat atau piala dari manusia, yang kita pikirkan bagaimana sebanyak mungkin jiwa-jiwa diselamatkan; dari anak-anak remaja, pemuda, dewasa sampai usia lanjut.  Kita ingin kehadiran kita di mana-mana merupakan kehadiran Tuhan sendiri; tulus, polos, natural, tidak berdiplomasi, penuh belas kasihan. Kita bisa mengekspresikan, menerjemahkan perasaan Tuhan dan itu membahagiakan Tuhan. Dalam hal ini berarti kita berhasil memenangkan jiwa kita untuk Tuhan. Ketika hati kita menjadi bejana, di mana perasaan Tuhan dicurahkan, kita bisa mengasihi orang karena Tuhan mengasihi orang itu; bukan karena kita punya kepentingan. Ketika kita ingat, bagaimana Tuhan Yesus melihat kota Yerusalem dan menangisinya. Kita harus punya perasaan seperti itu, menangisi jiwa-jiwa dengan tulus, dan menanyakan, “Apa yang harus kulakukan bagi mereka, Tuhan?” Tuhan bisa tidak membutuhkan kita atau tidak memaksa pembelaan dari kita, tapi Tuhan mau memakai kita untuk menyelamatkan manusia lain. Tuhan tidak menyuruh dan memakai malaikat, Tuhan memakai kita. Dan kalau kita sungguh-sungguh membela Tuhan dengan menyelamatkan ji...
more
Pengkhianatan
2024/02/15
Ada kesenangan dan hobi yang menjadi beban dan menghambat perjalanan kita ke surga dan merusak langkah kita berkemas-kemas. Dan tanpa kita sadari, kesenangan dan hobi tersebut pasti akan mencuri uang Tuhan yang Tuhan percayakan kepada kita. Namun bersyukur, Tuhan begitu sabar kepada kita dengan memberi kita kesempatan. Sekalipun kita tidak setia, Dia tetap setia. Dan kalau kita melihat kesetiaan Tuhan, kita berutang. Maka kita tidak boleh tidak setia lagi, kita harus setia.  Larangan untuk tidak mengingini dunia kedengarannya konyol. Tapi kalau kita bisa merebut diri kita untuk Tuhan, kita pasti dibela Tuhan. Tuhan tahu kebutuhan kita. Tuhan tidak akan mempermalukan hidup kita. Walaupun hari ini kita dalam keadaan kelam kabut, Tuhan akan membela kita, asalkan kita pun membela Tuhan. Allah tidak menghendaki jiwa kita binasa dan itu tidak bisa dilakukan oleh Tuhan karena Tuhan punya tatanan. Hal itu harus dilakukan oleh manusia itu sendiri. Ingat, betapa aktifnya kuasa kegelapan mau merebut kita. Iblis bisa menyuntikkan berbagai keinginan di dalam diri kita dan kita menjadi sibuk dengan keinginan-keinginan itu sehingga kita berkhianat kepada Tuhan. Pelayanan juga tidak boleh menjadi hobi, tapi menjadi kesukaan bagi Tuhan, bukan kesukaan bagi diri kita sendiri. Jadi pada intinya, keinginan yang tidak menyenangkan Tuhan adalah pengkhianatan. Sebab kita telah dibeli dan harganya lunas dibayar, artinya kita bukan milik diri kita sendiri. Hal ini bukan berarti setiap orang harus menjadi pendeta, tapi baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, kita lakukan semua untuk kemuliaan Allah. Ini Kristen yang normal. Kurang dari ini, palsu. Kita ke gereja bukan ukuran kita sudah bertuhan. Bertuhan adalah interaksi dengan Tuhan setiap saat, menemukan kehendak Allah dan melakukan kehendak-Nya.  Bagaimana Tuhan mau membela seseorang kalau orang itu tidak membela Tuhan? Ia tidak mau merebut rohnya dan jiwanya untuk Kerajaan Surga. Bagaimana kita mau dibela Tuhan? Kita tidak menjadi anak-anak Allah yang baik, tidak mengarahkan jiwa dan roh kita ke Kerajaan Surga. Kita harus berperang setiap hari melawan keinginan-keinginan yang ada di dalam pikiran kita dan kalau kita menurutinya, itu akan berbuah dalam perbuatan. Sejujurnya, masih banyak orang yang berfantasi tentang Tuhan, mereka belum sungguh-sungguh mengalami Tuhan, lagu-lagu yang begitu indah yang dinyanyikan sering itu hanya menjadi hiasan bibir semata.  Tapi ketika kita berjuang untuk merebut roh dan jiwa kita untuk Tuhan, baru kita bisa merasakan kehadiran Tuhan. Sakitnya menanggalkan keinginan lama untuk tunduk kepada Tuhan akan membuat kita bisa merasakan kehadiran Tuhan. Kita akan mengalami realitas Allah, kalau kita berani menyembelih keinginan daging untuk mengikuti kehendak Allah. Ironis, banyak orang tidak mau berjuang. Ketika kita mendengar firman, kita dilatih Tuhan untuk mulai melihat ada dua manusia di dalam diri kita. Manusia lama yang harus dimatikan sampai menjadi manusia baru. Pemisahan ini harus terjadi.  Namun, sering kita tidak berusaha untuk mencabut manusia lamanya. Yang berusaha mencabut saja kadang masih kalah, apalagi yang tidak mau berusaha mencabut, maka itu akan melekat terus sampai tunduk dan dikalahkan. Itu namanya hidup menurut daging, tidak hidup menurut roh. Jadi, kita harus menemukan bahwa yang paling membahayakan yang melekat dalam diri kita adalah manusia lama kita yang kuat, menyatu, dan tahu momentum. Tuhan memberikan kita masalah, kesempatan berbuat dosa, sejatinya di situlah kesempatan kita merebut manusia lama. Kalau tidak ada itu, tidak ada proses pelepasan atau pemisahan. Masalahnya, saat kesempatan itu datang, apakah kita sanggup melepaskan diri dan berkata “tidak” terhadap keinginan daging?  Kalau kita menghadapi satu kasus yang menekan perasaan, sejatinya itu adalah proses pencabutan manusia lama, pemisahan manusia lama kita. Jadi kasus-kasus itu membuat kita harus terpisah dari manusia lam...
more

Podcast reviews

Read Truth Daily Enlightenment podcast reviews


5 out of 5
3 reviews

Podcast sponsorship advertising

Start advertising on Truth Daily Enlightenment & sponsor relevant audience podcasts


What do you want to promote?

Ad Format

Campaign Budget

Business Details